Salam


Senin, 15 April 2013

Perkembangan Serbuk Sari


Entri berikut adalah mengenai penelitian kelompok kir saya yaitu Kir IPA SMA Mutiara 17 Agustus, tentang perkembangan serbuk sari, semoga bermanfaat.

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat tuhan yang maha esa, yang telah menciptakan alam semesta ini. atas limpahan rahmatnya tugas ini dapat diselesaikan.tugas ini berdasarkan hasil penelitian kami.
Kami ucapkan terima kasih kepada seluruh anggota-anggota yang sudah bekerja sama dan sudah menyusun dengan baik.dan terimakasih atas perhatiannya.
Adapun tujuan tugas kami ini adalah memberikan contoh penelitian khususnya di bidang Biologi.
Kami mohon maaf bila tugas kami ini masih memiliki banyak kekurangan.kami sadar bahwa manusia pasti ada kekurangan dan kelebihannya masing-masing.kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca tugas ini,untuk memotifasi kami dalam membuat dan menyusun tugas-tugas yang berikutnya.semoga tugas ini membawa manfaat bagi semua.
Wassalamualaikum Wr. Wb.


DAFTAR ISI

Kata pengantar……………………………………………………………………………….……1
Daftar isi…………………………………………………………………………………….……..2
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Tujuan…………   ………..……………………………………..……….………………..…...3
1.2 Latar Belakang………...……………………………………………….…..………….………3
1.3 Waktu dan Tempat……...………………………………………………………...……….…..3

Bab 2 Dasar teori..………………………………………………………………………………...4

Bab3 Metode penelitian
3.1 Alat dan Bahan....…………………………………..…...………………………….……….....5
3.2 Cara Kerja……………………………..………………………...………………….…………7
Bab 4 Hasil pengamatan..…………………………………………...………………….…………9
Bab 5 Kesimpulan…..……………………………………………..……….…………………….10



BAB 1 PENDAHULUAN

1.1  Tujuan
Tujuan kami melakukan penelitian ini adalah untuk melihat perkembangan serbuk sari

1.2  Latar Belakang
Serbuk sari atau pollen (bahasa Inggris) merupakan alat penyebaran dan perbanyakan generatif dari tumbuhan berbunga. Serbuk sari merupakan modifikasi dari sel sperma.Oleh karena itu kami ingin mengetahui lebih lanjut mengenai bentuk dari serbuk sari.

1.3  Waktu dan Tempat
Waktu       : 11.00 – 12.30 WIB
Tempat      : Laboratorium SMA Mutiara 17 Agustus


BAB 2 DASAR TEORI

Serbuk sari atau pollen (bahasa Inggris) merupakan alat penyebaran dan perbanyakan generatif dari tumbuhan berbunga. Serbuk sari merupakan modifikasi dari sel sperma. Secara sitologi, serbuk sari merupakan sel dengan tiga nukleus, yang masing-masing dinamakan inti vegetatif, inti generatif I, dan inti generatif II. Sel dalam serbuk sari dilindungi oleh dua lapisan (disebut intine untuk yang di dalam dan exine yang di bagian luar) untuk mencegahnya mengalami dehidrasi.
Serbuk sari tidak tahan hidup lama di alam bebas.
Serbuk sariPollen itu sendiri tidak gamet laki-laki, tetapi masing-masing berisi butir serbuk sari vegetatif (non-reproduktif) sel-sel (hanya satu sel di sebagian besar tumbuhan berbunga tetapi beberapa tumbuhan lain) dan generatif (reproduktif) sel yang mengandung dua nukleus: tabung inti (yang memproduksi tabung serbuk sari) dan inti generatif (yang membagi untuk membentuk dua sel sperma). Sekelompok sel yang dikelilingi oleh selulosa dinding sel yang kaya disebut intine, dan tahan dinding luar sebagian besar terdiri dari sporopollenin disebut exine.
Serbuk sari diproduksi dalam microsporangium (yang terkandung dalam sebuah Angiosperm antera bunga, laki-laki kerucut dari tanaman termasuk jenis pohon jarum, atau laki-laki kerucut tumbuhan lain). Serbuk sari datang dalam berbagai bentuk (paling sering bola), ukuran, dan tanda-tanda permukaan karakteristik spesies (lihat elektron mikrograf di kanan atas). Serbuk sari pinus, cemara, dan cemara yang bersayap. Butiran serbuk sari yang terkecil, bahwa dari Lupakan-aku-bukan (Myosotis spp.), Adalah sekitar 6 μm (0,006 mm) diameter. Angin-borne serbuk sari dapat lebih besar sekitar 90-100 μm. Studi serbuk sari disebut Palinologi dan sangat berguna dalam Paleoecology, paleontologi, arkeologi, dan forensik.
Dalam angiosperma, selama pengembangan bunga yang antera terdiri dari massa sel yang muncul tidak dibedakan, kecuali untuk dibedakan sebagian dermis. Seperti bunga berkembang, empat kelompok sel sporogenous formulir di antera, sel-sel sporogenous subur dikelilingi oleh lapisan sel-sel steril yang tumbuh ke dalam dinding kantung serbuk sari, sebagian dari sel-sel tumbuh menjadi sel-sel nutrisi yang menyediakan nutrisi bagi mikrospora yang terbentuk oleh pembelahan meiosis dari sel sporogenous. Empat mikrospora haploid yang dihasilkan dari masing-masing sel diploid sporogenous disebut microsporocyte, setelah pembelahan meiosis. Setelah pembentukan mikrospora keempat, yang terkandung oleh callose dinding, pembangunan dinding butir serbuk sari dimulai. Dinding yang callose diuraikan oleh enzim yang disebut callase dan membebaskan serbuk sari tumbuh dalam ukuran dan bentuk karakteristik mengembangkan dan membentuk tahan dinding luar yang disebut exine dan dinding batin disebut intine. The exine adalah apa yang tersimpan dalam catatan fosil.

BAB 3 METODE PENELITIAN

                    1.1  Alat dan Bahan
§ Serbuk sari dari dua jenis bunga
§ Air suling (Aquades)
§ Glukosa / gula dengan persentasi 5% - 10% 
§ Petri disk
§ Plastik transparan
§ Baker glass & pipet tetes
§ Kapas
§ Mikroskop

1.2 cara kerja
§  Ambilah serbuk sari dari dua jenis tanaman berbeda
§ Potong plastik transparan berbentuk segitiga dan kotak masing-masing 2
§  Buatlah larutan gula 5% dan 10%
§  Tempelkan kapas pada petri disk, dan isi dengan air suling (usahakan sampai lembab)
§  masukkan potongan plastik transparan dengan jarak yang berjauhan
§  Teteskan larutan gula 5% dan 10% pada masing-masing potongan plastik transparan
§  Masukkan dan letakkan serbuk sari pada masing-masing potongan plastik transparan yang           sudah ditetesi larutan gula 5% dan 10%
§  Tutup petri disk dan biarkan selama 24 jam
§  Amati hasilnya dengan menggunakan mikroskop.



 BAB 4 HASIL PENGAMATAN
         Gambar Pengamatan
1.    Serbuk Sari Bunga Berwarna Putih (P)
SEBELUM 24 JAM

          


SETELAH 24 JAM



2.   Serbuk Sari Bunga Berwarna Putih (P)

SEBELUM 24 JAM



sETELAH 24 JAM




BAB 5 Kesimpulan
Dengan ini, kami menyimpulkan bahwa perkembangan dari serbuk sari setelah diberi larutan gula dan didiamkan selama 24 jam, akan memecah serbuk sari membentuk butiran kecil, bulat dan tajam.
Hasil pengamatan terlihat bentuk pollen dari bunga kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis adalah bulat dan bagian-bagiannya yaitu eksin (lapisan duri), intin (lapisan dalam) dan duri-duri

Rabu, 10 April 2013

Suri Tauladan

SIFAT RENDAH HATI YANG DITUNJUKKAN OLEH IMAM MASJIDIL HARAM



















Sebagaimana pepatah mengatakan semakin berisi sebatang padi, maka semakin merunduklah ia kebawah. Hal itulah yang ditunjukkan oleh Imam Masjidil Haram Syaikh Saad Al Ghamidi, disaat kunjungannya yang pertama kali ke Indonesia. Beliau menunjukkan sifat rendah hatinya kepada para jamaah PPPA Daarul Qur'an ketika hendak melaksanakan Shalat Maghrib bersama dengan Ustad Yusuf Mansur dan jamaah.

Dalam pembicaraannya dengan Ustad Yusuf Mansur beliau mempersilahkan Ustad Yusuf Mansur untuk menjadi Imam sholat Maghrib, padahal beliau sendiri adalah Imam Masjidil Haram, namun Ustad Yusuf Mansur menolak dengan lembut.

Karena didukung oleh jamaah PPPA Daarul Qur'an, beliau pun mengimami sholat maghrib berjamaaah tersebut, pada rakaat pertama beliau membaca surat Ad Duha dan pada rakaat kedua beliau membaca surat Asy Syams.

Subhanallah, betapa hebatnya sifat kerendahan hati Syaikh Saad Al Ghamidi. Sifat beliau harus kita tiru sebagi muslimin, kita harus tetap rendah hati dan jangan merasa sombong atas ilmu atau jabatan yang kita miliki. 

ALLAHUAKBAR..!!

Selasa, 29 Januari 2013

Sunnah Nabi ( memelihara jenggot )


PERINTAH NABI KEPADA LAKI-LAKI MUSLIM UNTUK MEMELIHARA JENGGOT


jenggot“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah laki-laki yang berperawakan terlalu tinggi dan tidak juga pendek. Kulitnya tidaklah putih sekali dan tidak juga coklat. Rambutnya tidak keriting dan tidak lurus. Allah mengutus beliau sebagai Rasul di saat beliau berumur 40 tahun, lalu tinggal di Makkah selama 10 tahun. Kemudian tinggal di Madinah selama 10 tahun pula, lalu wafat di penghujung tahun enam puluhan. Di kepala serta jenggotnya hanya terdapat 20 helai rambut yang sudah putih.” (Lihat Mukhtashor Syama’il Al Muhammadiyyah, Muhammad Nashirudin Al Albani, hal. 13, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan. Beliau katakan hadits ini shohih)
Pensyari’atan jenggot dalam Islam adalah khusus bagi laki-laki (bukan pada wanita) dan bagi mereka yang memang Allah karuniai jenggot yang tumbuh di pipi dan dagunya. Jika memang seseorang yang ”dari sananya” tidak tumbuh jenggot, tentu tidak dikenai kewajiban (memelihara) jenggot. Allah telah berfirman : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya,” [QS. Al-Baqarah : 286].
Ada begitu banyak hadist Nabi yang menyuruh seorang laki-laki untuk memelihara jenggot.
“Potong pendeklah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.” (HR. Muslim no. 623)
“Selisilah orang-orang musyrik. Potong pendeklah kumis dan biarkanlah jenggot.” (HR. Muslim no. 625)
“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memotong pendek kumis dan membiarkan (memelihara) jenggot.” (HR. Muslim no. 624)
“Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan selisilah Majusi.” (HR. Muslim no. 626)
Selain dalil-dalil di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sangat tidak suka melihat orang yang jenggotnya dalam keadaan tercukur.
Ketika Kisro (penguasa Persia) mengutus dua orang untuk menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menemui beliau dalam keadaan jenggot yang tercukur dan kumis yang lebat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka melihat keduanya. Beliau bertanya, “Celaka kalian! Siapa yang memerintahkan kalian seperti ini?” Keduanya berkata, ”Tuan kami (yaitu Kisra) memerintahkan kami seperti ini.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Akan tetapi, Rabb-ku memerintahkanku untuk memelihara jenggotku dan menggunting kumisku.” (HR. Thabrani, Hasan. Dinukil dari Minal Hadin Nabawi I’faul Liha)
Lihatlah saudaraku, dalam hadits yang telah kami bawakan di atas menunjukkan bahwa memelihara jenggot adalah suatu perintah. Memangkasnya dicela oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menurut kaedah dalam Ilmu Ushul Fiqh, ”Al Amru lil wujub”yaitu setiap perintah menunjukkan suatu kewajiban. Sehingga memelihara jenggot yang tepat bukan hanya sekedar anjuran, namun suatu kewajiban. Di samping itu, maksud memelihara jenggot adalah untuk menyelisihi orang-orang musyrik dan Majusi serta perbuatan ini adalah fithroh manusia yang dilarang untuk diubah.
Berdasar hadits-hadits di atas, memelihara jenggot tidak selalu Nabi kaitkan dengan menyelisihi orang kafir. Hanya dalam beberapa hadits namun tidak semua, Nabi kaitkan dengan menyelisihi Musyrikin dan Majusi. Sehingga tidaklah benar anggapan bahwa perintah memelihara jenggot dikaitkan dengan menyelisihi Yahudi.
Maka sudah sepantasnya setiap muslim memperhatikan perintah Nabi dan celaan beliau terhadap orang-orang yang memangkas jenggotnya. Jadi yang lebih tepat dilakukan adalah memelihara jenggot dan memendekkan kumis. [disarikan dari tulisan: Muhammad Abduh Tuasikal/alrumaysho]
Didapat dari : http://kisahislami.com/perintah-nabi-kepada-laki-laki-muslim-untuk-memelihara-jenggot/

Hukum Menghina Nabi


Hukum Menghina Nabi SAW, Serta Sanksi dan Tindakan Khilafah



Penghinaan kepada Nabi terus dipertontonkan oleh kaum kafir. Setelah film Innocence of Muslim, majalah mingguan di Prancis, Charlie Habdo, memuat kartun yang menistakan Nabi SAW. Penghinaan seperti ini bukan kali pertama. September 2005, kartun yang menggambarkan Rasulullah SAW sebagai sosok teroris dipublikasikan oleh  koran Jyllands-Posten. Tahun berikutanya kartun Nabi berkalung sorban, dengan bom di kepala  juga dimuat di beberapa koran di Eropa, France Soir di Prancis, Die Welt di Jerman, La Stampa di Italia dan El Periodico di Spanyol.
Sudah tidak terhitung penistaan dan penghinaan kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam kasus film Innocence of Muslimyang diproduksi di Amerika, dan menimbulkan kemarahan umat Islam di seluruh dunia, jelas tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab pemerintah Amerika. Namun, alih-alih minta maaf kepada umat Islam, Obama, Presiden negara kafir penjajah itu, saat pidato di depan Sidang Umum PBB, justru meminta delegasi negeri-negeri Muslim untuk menghargai prinsip Freedom of speech (kebebasan berekspresi) yang mereka anut. Dengan justifikasi prinsip yang sama, dengan pongahnya, presiden negara kafir penjajah itu menyatakan tidak bisa melarang, apalagi menghentikan produksi film tersebut. Ironinya, tidak ada seorang pun penguasa kaum Muslim yang membela martabat Nabinya.
Ini bukti, bahwa negara-negara kaum Muslim, dan para penguasanya saat ini telah gagal menjaga kemuliaan dan kesucian Nabi Muhammad SAW. Ini juga membuktikan, bahwa negara dan penguasa kaum Muslim itu hanyalah boneka negara kafir penjajah. Sekaligus membuktikan dengan kasat mata, bahwa Islam dan umatnya membutuhkan negara dan penguasa yang kuat, dan bisa melindungi  kemuliaan dan kesucian Nabinya. Itu tak lain adalah Negara Khilafah, yang dipimpin oleh seorang Khalifah.
Bentuk Penghinaan
Syaikh al-Islam, Ibn Taimiyah, dalam bukunya As-Sharim al-Maslul ‘ala Syatimi ar-Rasul (pedang yang terhunus untuk penghujat Rasul), telah menjelaskan batasan tindakan orang yang menghujat Nabi Muhammad SAW, “Kata-kata yang bertujuan meremehkan dan merendahkan martabatnya, sebagaimana dipahami kebanyakan orang, terlepas perbedaan akidah mereka,   termasuk melaknat dan menjelek-jelekkan” (Lihat, Ibn Taimiyyah, as-Sharim al-Maslul ‘ala Syatimi ar-Rasul, I/563).
Al-Qadhi ‘Iyadh, dalam kitabnya, as-Syifa bi Ta’rif Huquq al-Musthafa, menjelaskan bentuk-bentuk hujatan kepada Nabi SAW,  ”Orang yang menghujat Rasululah SAW adalah orang yang mencela, mencari-cari kesalahan, menganggap pada diri Rasul SAW ada kekurangan, mencela nasab (keturunan) dan pelaksanaan agamanya. Selain itu, juga menjelek-jelekkan salah satu sifatnya yang mulia, menentang atau mensejajarkan Rasululah SAW dengan orang lain dengan niat untuk mencela, menghina, mengkerdilkan, menjelek-jelekkan dan mencari-cari kesalahannya. Orang seperti initermasuk orang yang telah menghujat Rasul SAW. (Lihat, al-Qadhi ‘Iyadh, as-Syifa bi Ta’rif Huquq al-Musthafa, hal. 428).
Hal senada juga dinyatakan oleh Kholil Ibn Ishaq al-Jundiy, ulama besar madzhab Maliki, “Siapa saja yang mencela Nabi, melaknat, mengejek, menuduh, merendahkan, melabeli dengan sifat yang bukan sifatnya, menyebutkan kekurangan  pada diri dan karakternya, merasa iri karena ketinggian martabat,  ilmu dan kezuhudannya, menisbatkan hal-hal yang tidak pantas kepadanya, mencela, dll.. maka hukumannya adalah dibunuh.” (Lihat, Kholil Ibn Ishaq al-Jundiy, Mukhtashar al-Kholil, I/251).
Masih menurut al-Qadhi ‘Iyadh, ketika seseorang menyebut Nabi SAW dengan sifatnya, seperti “anak yatim” atau “buta huruf”, meski ini merupakan sifat Nabi, tetapi jika labelisasi tersebut bertujuan untuk menghina Nabi atau menunjukkan kekurangan Nabi, maka orang tersebut sudah layak disebut menghina Nabi SAW. Sesuatu yang menyebabkan seorang ulama sekaliber Abu Hatim at-Thailathali difatwakan fuqaha  Andalusia untuk dibunuh. Hal yang sama dialami oleh Ibrahim al-Fazari, yang difatwakan oleh fuqaha Qairuwan dan murid Sahnun untuk dibunuh (Lihat, al-Qadhi ‘Iyadh, as-Syifa bi Ta’rif Huquq al-Musthafa, hal. 430).
Hukum dan Sanksi
Bagi orang Islam, hukum menghina Rasul jelas-jelas haram. Pelakunya dinyatakan Kafir. Adapun sanksi bagi pelakunya adalah hukuman mati. Al-Qadhi ‘Iyadh menuturkan, bahwa ini telah menjadi kesepakatan di kalangan ulama dan para imam ahli fatwa, mulai dari generasi sahabat dan seterusnya. Ibn Mundzir menyatakan, bahwa mayoritas ahli ilmu sepakat tentang sanksi bagi orang yang menghina Nabi SAW adalah hukuman mati. Ini merupakan pendapat Imam Malik, Imam al-Laits, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ishaq bin Rahawih dan Imam as-Syafii (Lihat, al-Qadhi ‘Iyadh, as-Syifa bi Ta’rif Huquq al-Musthafa, hal. 428).
Al-Qadhi ‘Iyadh kembali menegaskan, bahwa tidak ada perbedaan di kalangan ulama kaum Muslim tentang halalnya darah orang yang menghina Nabi SAW. Meski sebagian ada yang memvonis pelakunya sebagai orang murtad, tetapi kebanyakan ulama menyatakan pelakunya kafir, bisa langsung dibunuh, dan tidak perlu diminta bertaubat serta tidak perlu diberi tenggat waktu tiga hari untuk kembali ke pangkuan Islam. Ini merupakan pendapat al-Qadhi Abu Fadhal, Abu Hanifah, as-Tsauri, al-Auza’i, Malik bin Anas, Abu Mus’ab dan Ibn Uwais, Ashba’ dan ‘Abdullah bin al-Hakam. Bahkan, al-Qadhi ‘Iyadh menyatakan, ini merupakan kesepakatan para ulama (Lihat, al-Qadhi ‘Iyadh, as-Syifa bi Ta’rif Huquq al-Musthafa, hal. 428-430).
Al-Khatthabi menyatakan, “Saya tidak tahu ada seorang (ulama) kaum Muslim yang berbeda pendapat tentang wajibnya hukuman mati (bagi pencela Rasulullah SAW). (Lihat, Ibn Taimiyyah, as-Sharim al-Maslul ‘ala Syatimi ar-Rasul, I/9)Allah berfirman, “Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan, “Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya”. Katakanlah, “Ia mempercayai semua apa yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu”. Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu bagi mereka azab yang pedih. Mereka bersumpah kepada kamu dengan (nama) Allah untuk mencari keridhaanmu, padahal Allah dan Rasul-Nya yang lebih patut mereka cari keridhaannya jika mereka adalah orang-orang yang Mukmin. Tidakkah mereka (orang-orang munafik itu) mengetahui, bahwasanya barang siapa yang menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya neraka Jahannamlah baginya, dia kekal di dalamnya. Itulah adalah kehinaan yang besar. Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka, “Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan Rasul-Nya).” Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah, “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS. At-Taubah: 61-66).
Ayat di atas dengan tegas menyatakan, bahwa orang yang mengolok-olok Allah SWT, ayat-ayat-Nya serta rasul-Nya dinyatakan kafir. Terlebih lagi (min babil aula), bila secara sengaja mencela, menjelek-jelekkan, menuduh, menistakan dan sejenisnya, maka tindakan tersebut nyata kufur.
Selain itu, ada beberapa hadits yang terkait dengan masalah ini. Di antaranya riwayat Abu Dawud dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra, yang menyatakan, “Ada seorang wanita Yahudi yang sering mencela dan menjelek-jelekkan Nabi SAW (oleh karena perbuatannya itu), maka perempuan itu telah dicekik sampai mati oleh seorang laki-laki. Ternyata Rasulullah SAW menghalalkan darahnya.” (HR Abu Dawud). Sanad hadis ini dinyatakan jayyid (baik) oleh Syaikh al-IslamIbn Taimiyah, dan termasuk sejumlah hadits yang dijadikan hujjah oleh Imam Ahmad (Lihat, as-Sharim al-Maslul ‘ala Syatimi ar-Rasul, III/59).
Hadits ini juga memiliki syahid, yakni hadits riwayat Ibn Abbas yang menyatakan bahwa ada seorang laki-laki buta yang istrinya senantiasa mencela dan menjelek-jelekkan Nabi SAW. Lelaki itu berusaha melarang dan memperingatkan agar istrinya tidak melakukannya. Sampai pada suatu malam istrinya mulai lagi mencela dan menjelek-jelekkan Nabi SAW. Merasa tidak tahan lagi lelaki itu lalu mengambil kapak kemudian dia tebaskan ke perut istrinya dan dia hunjamkan dalam-dalam sampai istrinya itu mati. Keesokan harinya, turun pemberitahuan dari Allah SWT kepada Rasulullah SAW yang menjelaskan kejadian tersebut. Pada hari itu juga Nabi SAW mengumpulkan kaum Muslim dan bersabda, “Dengan menyebut asma Allah, aku minta orang yang melakukannya, yang sesungguhnya tindakan itu adalah hakku,berberdirilah!” Kemudian (kulihat) lelaki buta itu berdiri dan berjalan dengan meraba-raba sampai dia berada di hadapan Rasulullah SAW. Kemudian ia duduk seraya berkata,  ”Akulah suami yang melakukan hal tersebut ya Rasulullah SAW. Kulakukan hal tersebut karena ia senantiasa mencela dan menjelek-jelekkan dirimu. Aku telah berusaha melarang dan selalu mengingatkannya, tetapi ia tetap melakukannya. Dari wanita itu, aku mendapatkan dua orang anak (yang cantik) seperti mutiara. Istriku itu sayang kepadaku. Tetapi kemarin ketika ia (kembali) mencela dan menjelek-jelekkan dirimu, lantas aku mengambil kapak, kemudian kutebaskannya ke perut istriku dan kuhunjamkan kuat-kuat ke perut istriku sampai ia mati.” Tindakan lelaki ini dibenarkan oleh Nabi SAW.
Inilah ketentuan yang berlaku terhadap seorang Muslim yang menghina Nabi. Namun, jika pelakunya kafir dzimi, maka perjanjian dengan mereka otomatis batal, pelakunya diberlakukan hukuman mati. Kecuali, menurut sebagian fuqaha, jika mereka masuk Islam. Namun dalam kontek ini keputusan ada di tangan Khalifah, apakah keislamannya bisa diterima atau tetap diberlakukan hukuman mati sebagai pelajaran bagi orang-orang kafir yang lain.
Sedangkan terhadap kafir harbiy, maka hukum asal perlakuan terhadap mereka adalah perang (qital). Siapapun yang melakukan pelecehan terhadap Rasulullah SAW akan diperangi. Inilah ketentuan yang seharusnya dilakukan negara atau penguasa kaum Muslim hari ini menghadapi penghinaan kepada Nabi SAW yang dilakukan oleh orang kafir, warga AS maupun yang lain itu. Dengan begitu, segala bentuk penistaan terhadap Nabi akan bisa dihentikan.
Hanya saja, ini membutuhkan seorang Khalifah yang memiliki ketegasan, keberanian, serta taat kepada Allah SWT. Karena Khalifahlah yang secara nyata akan menghentikan semua penghinaan itu, serta melindungi kehormatan Islam dan umatnya, sebagaimana yang pernah ditunjukkan oleh Khalifah Abdul Hamid II terhadap Prancis dan Inggris yang hendak mementaskan drama karya Voltaire, yang menghina Nabi Muhammad SAW.
Didapat dari : http://hizbut-tahrir.or.id/2012/10/08/hukum-menghina-nabi-saw-serta-sanksi-dan-tindakan-khilafah/